Sabtu, 29 Oktober 2011

LAPORAN PENDAHULUAN TB

A. DEFINSI Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe humanus ( jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). (ilmu penyakit paru, muhammad Amin). Tb paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. B. ETIOLOGI Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang denagn ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan-tahan dalam lemari es). C. PROSES PENULARAN Tuberculosis tergolong airbone disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiap kali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi didalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. D. ANATOMI FISIOLOGI E. PATOFISIOLOGI Port de’entri kuman microbakterium tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atau paru-paru atau dibagian atas lobus bawah atau paru-paru tau dibagian bawah atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh denagn sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitolit yang dikelilingi leh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 1 sampai 10 hari. F. MANIFESTASI KLINIS • Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu • Sesak napas dan nyeri dada • Badan lemah, kurang enak badan • Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun (Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly) G. JENIS-JENIS PENYAKIT TBC Penyakit tuberkulosis ( TBC ) terdiri atas 2 golongan besar,yaitu : 1. TB paru ( TB pada organ patu-paru ) 2. TB ekstra paru (TB pada organ tubuh selain paru ) a. Tuberkulosis milier b. Tuberkulosis sistem saraf pusat ( TB neningitis ) c. Tuberkulosis empyem dan Bronchopleural fistula d. Tuberkulosis Pericarditis e. Tuberkulosis Skelet / Tulang f. Tuberkulosis Benitourinary / Saluran Kemih g. Tuberkulosis Peritonitis h. Tuberkulosis Gastriontestinal (Organ Cerna) i. Tuberkulosis Iymphadenitis j. Tuberkulosis Catan / Kulit k. Tuberkulosis Laringitis l. Tuberkulosis Otitis H. KOMPLIKASI 1. Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial 2. Pleuritis tuberkulosa 3. Efusi pleura 4. Tuberkulosa milier 5. Meningitis tuberkulosa I. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Kultur Sputum adalah Mikobakterium Tuberkulosis Positif pada tahap akhir penyakit 2. Tes Tuberkalin adalah Mantolix test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam) 3. Poto Thorak adalah Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas : pada kavitas bayangan, berupa cincin : pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. 4. Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena Tb paru 5. Darah adalah peningkatan leukosit dan laju Endap darah (LED) 6. Spirometri adalah Penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun J. PENATALAKSANAAN Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu : Fase Intensif (2-3 bulan) dan Fase Lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin / INH. K. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah. Kriteria hasil : • Mempertahankan jalan nafas pasien • Mengeluarkan sekret tanpa bantuan Intervensi : • Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori • Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum, adanya emoptisis • Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam • Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan • Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan Rasionalisasi : • Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis • Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkal dan dapat memerlukan evaluasi • Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan • Mencegah obstruksi / aspirasi 2. Pertukaran gas, kerusakan dan resiko. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau produksi sputum meningkat. Kriteria hasil : • BB meningkat Intervensi : • Catat status nutrisi pasien • Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai / tidak disukai • Berikan makanan sedikit tapi sering • Anjurkan keluarga klien untuk membawa makanan dari rumah dan berikan pada klien kecuali kontra indikasi • Kolaborasi dengan ahli gizi Rasionalisasi : • Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat • Pertimbangan keinginan dapat memperbaiki masukan diet • Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan • Membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural 3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada. Kriteria hasil : • Menyatakan pemahaman proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan Intervensi : • Kaji kemampuan pasien untuk belajar • Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat • Berikan instruksi dan informasi tertulis • Anjurkan klien untuk tidak merokok • Kaji bagaimana TB ditularkan Rasionalisasi : • Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu • Dapat menunjukkan kemajuan atu pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut • Infomasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi • Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB tetapi meningkatkan disfungsi pernapasan 4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen. Kriteria hasil : • Menurunkan resiko penyebaran infeksi Intervensi : • Kaji patologi penyakit • Identifikasi orang lain yang berisiko • Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah • Kaji tindakan kontrol infeksi • Awasi suhu sesuai indikasi • Kolaborasi dengan tim medis Rasionalisasi : • Membantu pasien menyadari / menerima perlunya mematuhi program pengobatan • Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran / terjadinya infeksi • Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien • Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut • Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi

ASUHAN KEPERAWATAN ENPISEMA

PENGKAJIAN a. Aktivitas/Istirahat Gejala: - Keletihan, kelelahan, malaise - Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas - Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi - Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan Tanda: - Keletihan, gelisah, insomnia - Kelemahan umum/kehilangan massa otot b. Sirkulasi Gejala: - pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda: - Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher - Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung - Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada) - Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis - Pucat dapat menunjukkan anemia c. Makanan/Cairan Gejala: - Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) - Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan - Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis) Tanda: - Turgor kulit buruk, edema dependen - Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema) - Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis) d. Hygiene Gejala: - Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari Tanda: - Kebersihan, buruk, bau badan e. Pernafasan Gejala: - Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma) - “Lapar udara” kronis - Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis) - Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema) - Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji) - Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema) - Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus Tanda: - Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan - Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal - Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru. - Perkusi: hiperesonan pada area paru - Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. f. Keamanan Gejala: - Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan - Adanya/berulangnya infeksi - Kemerahan/berkeringat (asma) g. Seksualitas Gejala: - Penurunan libido h. Interaksi sosial Gejala: - Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama Tanda: - Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan - Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu i. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala: - Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik. PRIORITAS KEPERAWATAN 1. Mempertahankan patensi jalan napas 2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas 3. Meningkatkan masukan nutrisi 4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi 5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Jalan nafas inefektif b/d bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental d/d pernyataan kesulitan bernapas, perubahan kedalaman/kecepatan bernapas, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi nafas tidak normal, mis., ronki, mengi, krekels; batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum Kriteria Hasil: - Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas. - Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis., batuk efektif dan mengeluarkan sekret INTERVENSI RASIONAL Mandiri: • Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas tambahan, mis., mengi, krekels, ronki • Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi • Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu napas • Tempatkan/atur posisi pasien senyaman mungkin, mis., peninggian kepala tempat tidur 15-30°, duduk pada sandaran tempat tidur. • Pertahankan udara lingkungan/minimalkan polusi lingkungan, mis., debu, asap, dll. • Bantu latihan napas abdomen atau bibir • Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Berikan/anjurkan minum air hangat. Kolaborasi: • Berikan obat-obatan sesuai indikasi, mis., bronkodilator • Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanyan bunyi napas advertisius. • Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapt ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. • Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di Rumah Sakit. • Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. • Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan dapat mentriger episode akut. • Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara • Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. • Merilekskan otot halus dan menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. 2. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas) oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara, kerusakan alveoli d/d dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan mengeluarkan sekret nilai GDA tidak normal (hipoksia dan hiperkapnea), perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas. Kriteria Hasil: - Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan. - Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi. INTERVENSI RASIONAL • Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunaan otot bantu pernapasan, napas bibir. • Tinggikan kepala tempat tidur, bantu klien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan • Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa • Anjurkan mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan • Auskultasi bunyi nafas, cata area penurunan udara/bunyi tambahan • Awasi tanda vital dan irama jantung Kolaborasi • Berikan oksigen sesuai indikasi • Berikan penekan SSP (anti ansietas sedatif atau narkotik) dengan hati-hati sesuai indikasi • Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan/kronisnya proses penyakit • Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps paru • Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) • Sputum kental, tebal serta banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif • Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi, adanya mengidentifikasi spasme bronkus • Takikardi, disritmia dan penurunan td dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung • Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia • Untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi/kebutuhan oksigen 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah d/d penurunan berat badan, kehilangan massa otot, tonus otot buruk, kelemahan, keengganan untuk makan. Kriteri hasil: - Menunjukkan BB meningkatkat - Mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi. - Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk menngkatkan dan mempertahankan BB yang tepat. INTERVENSI RASIONAL • Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit, BB dan derajat kekurangan BB, ketidakmampuan menelan. • Pastikan pola diet biasa pada pasien yang disukai/tidak disukai • Awasi pemasukan/pengeluaran dan BB secara periodik. • Selidiki anoreksia, mual dan muntah. Catat kemungkinan dengan obat, awasi frekuensi, volume, konsistensi feses. • Berikan periode istirahat sering. • Berikan perawatan mulut • Hindari makanan penghasi gas dan minuman karbonat. Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin • Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan makanan TKTP • Motivasi orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi Kolaborasi • Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet. • Kaji/observasi nilai pemeriksaan Laboratorium, mis., profil asam amino, besi, glukosa, pemeriksaan fungsi hati dan elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi • Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat. • Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet. • Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan. • Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrien. • Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam. • Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum/obat yang merangsang pasien muntah. • Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma. Suhu yang ekstrim dapat meningkatkan spasme batuk • Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan, menurunkan iritasi gaster. • Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal. • Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat • Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi 4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan dan peningkatan pemajanan terhadap lingkungan, proses penyakit kronis dan malnutrisi. Kriteria Hasil: - Pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi - Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman INTERVENSI RASIONAL Mandiri: • Kaji dan awasi suhu tubuh • Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat • Observasi warna, karakter dan bau sputum • Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat Kolaborasi: • Dapatkan spesimen sputum dengan batuk dan pengisapan untuk pewarnaan gram, /kultur/sensitifitas • Berikan anti mikrobial sesuai indikasi • Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi • Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan terjadinya resiko infeksi paru • Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru • Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi • Dikakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobial • Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi 5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan tindakan perawatan b/d kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi d/d pertanyaan tentang informasi, tidak akurat mengikuti instruksi Kriteria Hasil: - Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan - Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan INTERVENSI RASIONAL • Jelaskan tentang proses penyakit individu • Instruksikan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum • Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif • Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan meghentikan merokok pada pasien dan atau orang terdekat • Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan • Tunjukkan/ajarkan teknik penggunaan inhaler • Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan • Napas bibir dan napas perut (abdominal) menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan napas kecil. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat • Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran pernapasan atas • Penghentian rokok dapat menghambat kemajuan PPOM. • Pentung bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan • Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifannya.

Kamis, 13 Oktober 2011

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKHITIS KRONIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN BRONKHITIS KRONIS
DI GEDUNG TOPAS RSU dr. SLAMET GARUT

I. PENGKAJIAN
1. Biodata
1. Biodata Klien
Nama : Tn. I
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Suku bangsa : Sunda
Alamat Alama : kp.gaga kumayung 02/01 karangpawitan
Tanggal masuk : 02 Oktober 2011
Tanggal pengkajian : 04 Oktober 2011
No. CM : 01335849

2. Biodata Penanggung jawab
Nama : Ny.T
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat Hubungan dengan klien : istri

2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh batuk-batuk disertai dengan adanya dahak
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Menurut penuturan klien klien mengalami batuk-batuk karena adanya peningkatan akumulasi secret dengan kualitas batuk dikategorikan sedang,batuk dirasakan setiap pagi hari
3. Riwayat Kesehatan dahulu
Menurut penuturan klien sebelumnya klien sebelumnya klien pernah mengalami penyakit bronchitis akut dan sebelumnya klien tidak pernah mempunyai penyakit yang memerlukan perawatan khusus,seperti TBC,asma,dll
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut penuturan klien, diantara semua anggota keluarganya, tidak ada yang pernah mengalami penyakit seperti yang dialami klien saat ini.



3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Penampilan umum : Klien tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital : T = 110/80 mmHg
P = 87 x /menit
R= 26 x/menit
S= 36,5 0C
b. Integumen
1. Rambut dan kulit kepala
Warna : Hitam
Kerontokan : Tidak terjadi kerontokan.
Penyebaran : Merata
Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya kotoran
2. Kulit
Warna : hitam
Tekstur : halus
Oedema : Tidak ada
Kebersihan : di kulit bagian kaki ada bekas darah kering
3. Kuku
Warna dasar : transparan
Bentuk : Cembung
Tekstur : halus
cyanosis : tidak ada
sudut : sudut dasar 160
Kebersihan : tidak tampak ada kotoran

c. Kepala
Bentuk : oval
Keadaan : tidak terdapat benjolan
Keluhan : Tidak ada keluhan
Kelainan : tidak ada benjolan
d. Mata
Kesimetrisan : mata kanan dan kiri tampak simetris
Sklera : putih kemerahan
Konjungtiva : pucat
Pergerakan bola mata : dapat digerakan ke segala arah
Reaksi pupil : terjadi miosis ketika terkena cahaya
Fungsi penglihatan : baik, terbukti klien dapat membaca
Kebersihan : bersih,tidak tampak ada kotoran
e. Telinga
Tekstur : halus
Kebersihan : tidak tampak adanya serumen
Kesimetrisan : telinga kanan dan kiri simetris
Fungsi pendengaran : baik,dapat menjawab
f. Hidung
bentuk : kedua lubang hidung tampak simetris
Tekstur : halus
Kebersihan : bersih, tidak tampak ada kotoran
Fungsi penciuman : baik, klien dapat membedakan wangi parfum dan kayu putih



g. Mulut
1. Bibir
Warna : merah muda
Kelembaban : lembab
kebersihan : tidak tampak adanya bekas makanan
stomatitis : tidak ada
2. Gigi
Jumlah : 32 buah
Caries : tidak ada
3. Lidah
Warna : merah muda (tidak ada kelainan)
Pergerakan : dapat digerakan ke segala arah
Kebersihan : tidak tampak ada kotoran
Fungsi pengecapan : dapat membedakan rasa manis permen dan pahit obat
h. Leher
JVP : tidak ada peninggian JVP
KGB : tidak tampak ada pembesaran KGB
Kelenjar thyroid : tidak tampak ada pembesaran
Refleks menelan : klien dapat menelan dengan baik
i. Thorax dan Dada
Kesimetrisan : simetris antara dada kanan dan kiri
Bunyi jantung : reguler
Bunyi paru : ronchi
Kebersihan : bersih, tidak tampak adanya kotoran

j. Abdomen
Bentuk : datar
Warna : sawo matang
Keadaan : normal, tidak tampak adanya lesi dan benjolan
Kebersihan : tidak tampak adanya kotoran
Bising Usus : ± 12x /menit
k. Genetalia
Menurut penuturan klien, tidak ada kelainan dan keluhan apapun
l. Ekstremitas
1.Ekstrimitas atas
- tangan kanan : terpasang infus sehingga pergerakan terbatas
- tangan kiri : dapat digerakan ke segala arah
2.Ekstrimitas bawah
- kaki kanan : dapat digerakan dengan leluasa
- kaki kiri : dapat digerakan dengan leluasa

4. Pola Aktifitas Sehari-hari
No Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Pola Nutrisi
a. Makan
Jenis
Porsi
Frekuensi
Cara
b. Minum
Jenis
Frekuensi
Cara

Nasi, lauk pauk, sayur
Habis 1 porsi
3 x / hari
mandiri

air putih+teh
± 1400 ml
mandiri

Bubur nasi
1/4 porsi
3x/hari
mandiri

air putih
± 1000 ml
mandiri
2. Pola Eliminasi
a. BAK
Frekuensi
Warna
Bau
Cara
b. BAB
Frekuensi
Warna
Bau
Konsistensi
Cara

4-5x / hari
kuning jernih
khas urine
mandiri

1x / hari
kuning kecoklatan
khas feces
lembek
mandiri

3-4x / hari
kuning jernih
khas urine
dibantu

1 x / hari
kuning kecoklatan
khas feces
lembek
di bantu
3. Pola Istirahat
a. Tidur siang
Lama
Kualitas

b. Tidur malam
Lama
Kualitas

± 2-3 jam / hari
nyenyak


±7-8 jam / hari
nyenyak

±1 jam / hari
Tidak nyenyak akibat batuk-batuk
±4-5jam / hari
Tidak nyenyak akibat batuk
4. Personal Hygiene
a. Mandi
b. Gosok gigi
c. Ganti Pakaian
d. Cara
2 x / hari
2 x / hari
1 x / hari
mandiri
1 x / hari
1x / hari
1x / hari
dengan bantuan


5. Data Psikologis, Sosial, dan Spiritual
a. Data Psikologis
Klien tampak gelisah dan tidak tenang karena takut tidak akan sembuh dan malu terhadap penyakit yang dideritanya
b. Data Sosial
Klien dapat berkomunikasi dengan baik terhadap orang lain disekitarnya (keluarga, pasien lain dan tim kesehatan) Juga klien cukup kooperatif terhadap tindakan yang diberikan perawat..
c. Data Spiritual
Klien beragama Islam, sebelum klien dirawat di RS, klien dapat menjalankan kewajibannya sebagaimana seorang muslim dan sekarang klien selalu berdoa untuk kesembuhannya..

6. Data Penunjang
a. Data Laboratorium

No. Hematologi Hasil Normal
1.
2.
3.
4.
5.
Haemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit 20 gr/dl
50-55 %
15.000 mm3
16.000 mm3
4.61 juta/mm3 14.0 – 18.0 gr/dl
40 – 50 %
5000-18000 g/ mm3
15000 – 18000 / mm3
3.5 – 6.5 juta/mm3

b. Diagnosa Medis (DM) : bronchitis akut
c. Therapy
- Infus RL : 20 tetes/menit
- Pemberian oksigen : Sebanyak 2.6 liter/menit
- Ranitidine : 2x1 amp
- Cefotaxim : 3x1 amp
- Dexametason : 3x1 amp


1. ANALISA DATA
No. Symptom Etiologi Problem
1.



















2.









3.






4.










5. DS DS: Klien mengeluh batuk berdahak disertai sesak



DO : - klien tampak batuk-batuk












DS : -klien mengeluh nafsu makan berkurang
-Klien mengeluh mual

DO : -makan habis ¼ porsi
- Klien tampak lemah




DS : - Klien mengeluh adanya rasa nyeri dada bagian tengah
DO : - klien meringis kesakitan saat batuk skala nyeri 3

DS : -klien mengatakan mudah lelah ,badan lesu bila banyak bergerak

DO : -klien kelihatan lemah sehingga aktivitas klien dibantu ,seperti duduk,makan,dank e kamar mandi

DS:- klien mengeluh susah tidur
DO: Sklera tampak merah frekuensi tidur ± 5 jam /hari terjaga Masuknya mikrobakterium ke saluran nafas

Dapat mengiritasi bronkus

Terjadinya peradangan

Banyaknya tuberkel disaluran nafas

Akumulasi secret pada saluran nafas

Menghambat pemasukan oksigen ke paru-paru

Timbul sesak dan batuk berdahak



Anoreksia

HCL lambung meningkat

Adanya mual

Nafsu makan berkurang

Nutrisi tidak terpenuhi


Peradangan pleura

Infeksi paru-paru

Nyeri dada


Kelemahan fisik karena batuk terus menerus

Aktivitas terganggu

Kebutuhan ADL dibantu




Adanya batuk

Merangsang susunan saraf otonon

Mengaktifkan sraf simpatis untuk mengaktifkan RAS

REM menurun

Klien terjaga Bersihan jalan nafas tidak efektif


















Gangguan pemenuhan nutrisi








Gangguan rasa aman nyaman





Gangguan intoleransi aktivitas







Gangguan pemenuhan istirahat tidur


2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret yang di tandai dengan :
DS : - Klien mengeluh batuk berdahak disertai sesak
DO : - Klien tampak batuk berdahak
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan :
DS : - Klien mengeluh nafsu makan berkurang
- Klien mengeluh mual
DO : - makan habis ¼ porsi
- Klien tampak lemah
3. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan adanya peradangan pleura,ditandai dengan :
DS : - klien mengeluh adanya rasa nyeri dada bagian tengah ,skala nyeri 3

DO: Klien meringis kesakitan

4. Gangguan intoleransi aktivitas sehubungan dengan adanya kelemahan fisik,ditandai dengan :

DS:klien mengatakan mudah lelah,badan lesu bila banyak brgerak

DO:Klien kelihatan lemah,sehinga aktivitas klien dibantu seperti duduk,makan dan kekamar mandi

5. Gangguan pemenuhan istirahat tidur sehubungan dengan adanya batuk

DS: klien mengeluh susah tidur

DO: sclera tampak merah ,frekuensi tidur ± 5 jam/hari terjaga

3. PROSES KEPERAWATAN
Nama : Tn . I
Tanggal masuk : 02 oktober 2011
Umur : 39 Tahun
No. CM : 01335849
Jenis kelamin : Laki – laki
DM : Bronkhitis akut
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN P E R E N C A N A A N
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1.













2.













3.














4.



















5.









Bersihan jalan nafas tidak efektif sehubungan dengan akumulasi secret yang ditanndai dengan :

DS : - Klien mengeluh batuk berdahak disertai sesak

DO : - klien tampak batuk



Gangguan pemenuhan kebutuhan nutirsi berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan :
DS : - klien mengeluh napsu makan berkurang
- klien mengeluh mual

DO : -makan habis ¼ porsi
-klien tampak lemah


Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan adanya peradangan pleura ,yang ditandai dengan :
DS: Klien mengeluh adanya rasa nyeri dada pada bagian tengah ,skala nyeri 3
DO: klien meringis kesakitan




Gangguan intoleransi aktivitas sehubungan dengan adanya kelemahan ,yang ditandai dengan :
DS : - Klien mengatakan mudah lelah ,badan lesu,bila banyak bergerak.
DO : klien kelihatan lemah sehingga aktivitas klien dibantu seperti duduk,makan,dank e kamar mandi






Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur ,sehubungan dengan lingkungan yang tidak kondusif ,ditandai dengan :
DS: klien mengeluh susah tidur
DO: sclera tampak ,merah ,frekuensi tidur ±5 jam /hari terjaga



Bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi dengan criteria dalam waktu ± 3 hari setelah tindakan keperawatan:
-klien tidak mengeluh sesak nafas lagi dan batuk dapat berkurang
-sekret dapat dikeluarkan



Gangguan pemenuhan nutrisi dapat teratasi dalam waktu 2 hari :
- Klien makan habis 1 porsi
- Klien tidak mual lagi







Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi dalam waktu ±3 hari setelah tindakan perawatan
-klien tidak mengeluh lagi adanya rasa nyeri dada bagian tengah
-klien tidak kelihatan meringis kesakitan





Gangguan intoleransi aktivitas teratasi setelah melakukan tindakan perawatan
-klien mengatakan tidak mudah lelah dan lesu lagi ,serta mampu bergerak
-klien tidak lemah sehingga melakukan aktivitas sendiri









Gangguan pemenuhan istirahat tidur teratasi setelah melakukan tindakan perawatan
-klien tidak mengeluh susah tidur
-sklera tidak tampak merah
-frekuensi tidur 7-8 jam /hari terjaga





















-Observasi TTV






-ajarkan klien klien untuk melakukan latihan batuk efektif




Sajikan makanan dalam keadaan hangat dalam bentuk BNTKTP



Anjurkan klien minum air hangat sebelum makan





-kaji tingkat nyeri dengan skala nyeri




-Ajarkan teknik distraksi dengan melakukan distraksi yang dapat mengurangi nyeri





-anjurkan klien untuk melakukan gerakan sedikit demi sedikit








-bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari







-ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang






-jelaskan tentang pentingnya istirahat tidur








- Untuk mengantisipasi tekanan darah,nadi,respirasi dan suhu klien



-Batuk efektif dapat memudahkan pengeluaran secret di dalam




-dengan makanan hangat klien tidak terlalu mual BNTKTP berguna untuk menambah energi


-air hangat dapat merangsang peristaltic usus dan mencegah mual





Untuk mengetahui kualitas dengan intensitas nyeri yang dirasakan












Klien melakukan gerakan sedikit demi sedikit,klien tidak mudah lelah dan lesu lagi







Dengan membantu klien melakukan mobilisasi sedikit demi sedikit ,klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri tanpa bantuan




Dengan lingkungan yang nyaman dan tenang ditunjukan supaya klien dapat tidur dengan nyenyak




Melalui penjelasan tentang pentingnya istirahat tidur diharapkan klien dapat beristirahat dengan teratur dan tepat waktu sengga sclera mata tidak tampak merah

LAPORAN PENDAHULUAN PPOM (PENYAKIT PARU-PARU OBSTRUKSI MENAHUN)

LAPORAN PENDAHULUAN
PPOM (PENYAKIT PARU-PARU OBSTRUKSI MENAHUN)

A. Definisi
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspira yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu (Mansunegoro, 1992).
Termasuk dalam kelompok PPOM adalah Bronkhitis Kronik, Emfisema Paru dan Asma :
- Bronkhitis Kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung secara 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (Brunner dan Suddarth, 2002 : 600).
- Emfisema Paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar Bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Brunner dan Suddarth, 2002 : 602).
- Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner dan Suddarth, 2002 : 611).
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui.
Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi paru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan dll
Pengaruh dari masing-masing faktor-faktor resiko terhadap PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini ( Dharmago & Martono, 1999 : 383 ).
C. Manifestasi Klinik
1. Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara dingin, atau infeksi.
2. Sesak nafas dan dispnea.
3. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang.
4. Hipoksia dan Hiperkapnea.
5. Takipnea.
6. Dispnea yang menetap
( Corwin , 2000 : 437 )
D. Patofisiologi
Faktor – faktor resiko yang telah disebutkan diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminal.Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus kecil atau bronkiolus terminal, yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara atau air trapping. Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibat – akibatnya.Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi ( Dharmojo & Martono,1999 : 384 )
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita PPOM usia lanjut, sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologik atau presipifasi
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikrobia. Apabila tidak ada infeksi anti mikrobia tidak perlu diberikan.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator ( Aminophillin dan Adrenalin ).
5. Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )
- Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
- Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
- Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan dengan aliran lambat : 1-2 liter/menit.
8. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap.
9. Memberi pengajaran mengenai tehnik-tehnik relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan energi.
10. Tindakan “Rehabilitasi” :
- Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.
- Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan yang paling efektif baginya.
- Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmaninya.
- Vocational Suidance : Usaha yang dilakukan terhadap penderita agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
- Pengelolaan Psikososial : terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya (Dharmajo dan Martono, 1999 : 385).

Laporan Pendahuluan Emfisema

A. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus.

B. PEMBAGIAN EMFISEMA
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari emfisema yaitu:
1.CLE (emfisema sentrilobular)
CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
2. PLE (emfisema panlobular)
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami( Cherniack dan cherniack, 1983).
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif.
1.Emfisema kompensatorik
Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian paru lain yang tidak atau kurang berfungsi, misalnya karena pneumonia, atelektasis, pneumothoraks.
2.Emfisema obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh, hingga terjadi mekanisme ventil.
C. GEJALA
• Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
• Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
• Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
• Bibir tampak kebiruan
• Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
• Batuk menahun
D. PATOGENESIS
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema paru yaitu rokok, polusi, infeksi, factor genetik, obstruksi jalan napas.
1.Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah.
Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya.
2.Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar.
3.Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4.Faktor genetic
Defisiensi Alfa-1 antitripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5. Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus.

E. PATOFISIOLOGI
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah disebelah distal dari alveolus.
Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiriatas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan. Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang.
Mekanisme katup penghentian : Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih penimbunan udara di alveolus menjadi(sukar dari pemasukannya bertambah di sebelah distal dari paru.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :
1.Penatalaksanaan umum.
2.Pemberian obat-obatan.
3.Terapi oksigen.
4.Latihan fisik.
5.Rehabilitasi.
6.Fisioterapi.

1.Penatalaksanaan umum
Yang termasuk di sini adalah :
a.Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan.
b.Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
c.Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.

2.Pemberian obat-obatan.
a.Bronkodilator
1.Derivat Xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex: teofilin, aminofilin.

2.Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.
Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah: terbutalin, metaproterenol dan albuterol.

3.Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.

4.Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon.
b. Ekspectoran dan Mucolitik
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.
c. Antibiotik
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.

3. Terapi oksigen
Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 <>



4. Latihan fisik
Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan pernapasan sendiri tidak menunjukkan manfaat.
Latihan fisik yang biasa dilakukan :
Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri
Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke depan lalu ke belakang
Memutar bahu ke depan dan ke belakang. Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk. Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan. Latihan dilakukan 15-30 menitselama4-7hariperminggu. Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga. Walking–jogging ringan.

5. Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.
6. Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah :
a. Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
b. Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
c. Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
d. Meningkatkankekuatan otot-otot pernapasan.
e. Mengurangi spasme otot leher.

Penerapan fisioterapi :
1.Postural Drainase :
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.

2. Breathing Exercises :
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri.
Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3. Latihan Batuk :
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari sekret dan benda asing.
4.Latihan Relaksasi :
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya :
Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKHITIS KRONIK

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKHITIS KRONIK

DEFINISI
Bronkitis kronik adalah inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan/hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid, menyebabkan ketidakcocokan ventilasi-perkusi dan menyebabkan sionasis. Bronkitis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikoplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin pasti dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka yang rentan.

ETIOLOGI
Penyebab bronkitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkitis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Kelainan kongenital dalam ini bronkitis terjadi sejak dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan faktor perkembangan fetus memegang peran penting.

PATOFISIOLOGI
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi dyang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisime dan brokiektasis.

MANIFESTASI KLINIS
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini bronkitis kronis. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin, lembab, dan iritan paru. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi pernapasan.

EVALUASI DIAGNOSTIK
Riwayat kesehatn yang lengkap, termasuk keluarga, pemajanan terhadap lingkungan, terhadap lingkungan, terhadap bahan-bahan yang mengiritasi dan riwayan pekerjaan dikumpulkan, termasuk kebiasaan merokok (jumlah bungkus per hari). Selain itu, pemeriksaan gas-gas darah arteri, rontgen dada, dan pemeriksaan funsi paru dilakukan, juga pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit.
Pemeriksaan funsi paru menunjukkan penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV ; jumlah udara yang diekshalasi) dan peningkatan volume residual (RV ; udara yang tersisa dalam paru-paru setelah ekshalasi maksimal), dengan kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat. Hematokrit dan hemaglobin dapat sedikit meningkat. Analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksia dengan hiperkapnia. Rontgen dada mungkin menunjukkan perbesaran jantung dengan diafragma normal atau mendatar. Konsolidasi dalam bidang paru mungkin juga terlihat.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar brinkiolus terbuka dan berfungsi untuk memudahkan pembuangan sekresi bronkial untuk mencegah infeksi dan untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan dalam batuk adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi bakteri kambuhan diobati dengan terapi antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
Untuk membantu membuang sekresi bronkial, diresepkan bronkodilator untuk menghilangkan bronkospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehingga lebih banyak oksigen didistribusikan ke seluruh bagian paru dan ventilasi alveolardiperbaiki. Drainase postural dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu, terutama jika terdapat bronkiektasis. Cairan (yang diberikan per oral atau parenteral jika bronkospasme berat) adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat mudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasientidak menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena menyebabkan brokokonstriksi, melumpuhkan silia, yang penting dalam menbuang partikel yang mengiritasi dan menginaktivasi surfaktan, yang memainkan peran penting dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan terhadap infeksi bronkial.

PENCEGAHAN
Karena sifat bronkitis kronik yang menimbulkan ketidakmampuan, setiap upaya diarahkan untuk mencegah kekambuhan. Satu tindakan esensial adalah untuk menghindari iritan pernapasan (terutama asap tembakau). Individu yang rentan terhadap infeksi saluran pernapasan harus diimunisasi terhadap agens virus yang umum dengan vaksin untuk influenza dan untuk S. pneumoniae. Semua pasien dengan infeksi traktus respiratorius atas akut harus mendapat pengobatan yang sesuai, termasuk terapi antimikroba berdasarkan pemeriksaan kultur dan sensitivitas pada tanda pertama sputm purulen.

Laporan Pendahuluan Asma Bronkhial

Laporan Pendahuluan Asma Bronkhial
1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
Asma bronchial adalah suatu penyakit pernapasan dimana terjadi penigkatan respon saluran pernapasan yang menimbulkan reaksi obstruksi pernapasan akibat spasme otot polos bronkus. (Sjaifoellah, 2001: 21)
Asma bronchial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (Elizabeth, 2000: 430)
Asma bronchial adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black: 1996).
Dari berbagai deinisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.
2. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Bronkhus pada penderita asma.Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
3. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Contoh: makanan dan obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Penapasan Manusia
Anatomi sistem pernapasan
Sistem pernafasan adalah suatu sistem yang dimulai dari tempat masuknya udara melalui hidung, hingga udara akan mengalami suatu pertukara gas di paru-paru, dan dibentuk oleh organ-organ pernapasan.Sistem Pernafasan meliputi saluran sebagai berikut:
• Rongga Hidung
• Farinx
• Larinx
• Trakhea
• Rongga Thoraks
• Paru-paru
• Lobus Paru
• Bronkhus Pulmonalis
Fisiologi pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas Oksigen dan Karbon Dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan externa, Oksigen berasal dari udara yang masuk melalui hidung dan mulut, pada waktu bernapas; oksigen masuk melaui trakhea dan pipa bronkhial ke alveoli dan mempunyai hubungan yang erat dengan darah di dalam kapiler pulmonalis.Hanya satu lapisan membran yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan diangkut oleh haemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung kemudian dipompa oleh arteri ke seluruh bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida menembus membran alveoli-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Pernapasan jaringan atau pernapasan interna, darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemogloin), mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengangkut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbon dioksida.
4. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran uadara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasrkan parameter yang berhubungan aliran.
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah beasr dan cepat. Udara ini belum mendapat perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma.
Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas cukup memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau ”kelaparan udara”. Kapsitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara permanent, sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dad seperti tong).

5. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial menurut Suzanne Smeltzer (2001: 612) adalah batuk, dispnea, dan mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
Selain gejala tersebut, ada beberapa gejala menyertainya :
1. Takipnea
2. Gelisah
3. Diaphorosis
4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5. Fatigue ( kelelahan)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9. Sianosis sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.
11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
Tingkat I :
• Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
• Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

Tingkat II :
• Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
• Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
Tingkat III:
• Tanpa keluhan.
• Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
• bstruksi jalan nafas.
• Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
Tingkat IV :
• Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
• Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
Tingkat V :
• Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
• Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
6. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan nafas.
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum . Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec , kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru , saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
3.Emfisema subkutis
4.Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
5.Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada saluran pernafasan dan kantong udara.
6.Bronkopulmonar alergik
7.Gagal nafas
8.Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
9.Fraktur iga


7. Prognosis
1. Pada umunya bila segera ditangani dengan adekuat prognosa adalah baik.
2. Asma faktor imunologi (faktor ektrensik) yang muncul semasa kecil prognosanya lebih baik daripada yang muncul semasa dewasa.
3. Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
b.Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru dalam bukunya H.Slamet Sogiono, dkk (2001: 24-25) “Dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan uji provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang di uji”.
c.Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
• Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
• Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
• Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
• Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
d.Pemeriksaan Coninofit total
e.Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
f.Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
• Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
• Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
• Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
g.Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum
Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih dari 30 % menderita alergi.
h.Foto dada ( scanning paru)
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
i.Analisis gas darah
• Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
• Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Internasional consensus report or diagnisis and treatment of asthma penatalaksanaan asma bronchial terdiri atas :
1. Edukasi penderita
2. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan mengukur fungsi paru
3. Menghindari pengobatan jangka panjang ntuk pencegahan
4. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut
5. Menmghindari dan mengendalikan pencetus asma bronchial
6. Penanganan lanjutan secara teratur
Adapun penatalaksanaan menurut pendapat lain terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Pengobatan farmakologik
• Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan Terbutalin (bricasma).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan Teofilin (Amilex).
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
• Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
• Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
1. Pengobatan non farmakologik:
• Memberikan penyuluhan
• Menghindari faktor pencetus.
• Pemberian cairan.
• Fisiotherapy.
• Beri O2 bila perlu.

Rabu, 05 Oktober 2011

LAPORAN PENDAHULUAN dan ASKEP BRONKHITIS




Laporan Pendahuluan Bronkhitis Akut

Bronkhitis akut adalah radang pada bronkhus yang biasanya mengenai trakhea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada morbili, pertusis, ditteri, dan tipus abdominalis.

Istilah teori bronkhitis kronis menunjukkan kelainan pada bronkhus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, meliputi faktor yang berasal dari luar bronkhus maupun dari bronkhus itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua tahun secara berturut-turut.
Bronkhitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronkhitis akut. Walaupun demikian, seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut pada penyakit bronkhitis kronis. Hal tersebut menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronkhus yang tidak normal, infeksi sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan memperburuk keadaan.
2.Etiologi
Terdapat tiga jenis penyebab bronkhitis akut, yaitu:
a. Infeksi: Staphylococcus (stafilokokus), Streptococcus (streptokokus), Pneumococcus  (pneumokokus), Haemophilus influenzae.
b. Alergi
c. Rangsangan lingkungan, misal: asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dll.

Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
3. Patofisiologi
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).
4. Manifestasi Klinik
a. Penampilan umum: cenderung overweight, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kan an), dan barrel chest.
b. Usia: 45-65 tahun.
c. Pengkajian:
- Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dispnca dalam beberapa keadaan, variabel wheezing pada saat ekspirasi, serta seringnya infeksi pada sistem respirasi.
- Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
d. Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan Hematokrit > 60%.
e. Riwayat merokok positif (+).
5. Manajemen Medis
Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan drainase bronkhial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Antimicrobial
b. Postural drainase
c. Bronchodilator
d. Aerosolized Nebulizer
e. Surgical Intervention

Asuhan Keperawatan Bronkhitis Akut

 

1. PENGKAJIAN
Keluhan utama pada klien dengan bronkitis meliputi batuk kering dan produktif dengan
sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai >40°C dan sesak nafas.
1.Riwayat penyakit masa lalu
Pada pengkajian ini sering kali klien mengeluh pernah mengalami infeksi saluran nafas
bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas. Perawat harus memperhatikan dan mencatatnya baik-baik.
2.Riwayat Penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkitis bervariasi tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda terjadinya toksemia klien dengan bronkitissering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah, banyak berkeringat, takikardiadan takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang didapatkan terdiri atasbatuk, ekspektorasi dan rasa sakit dibawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat tentang obat-obatan yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obatan tersebut masih relevan untukdipakai.
3. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pada pengkajian klien dengan bronkitis didapatkan klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas, dan demam merupakan stresor untuk terjadinya cemas. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan. Pengobatan nonfarmakologi seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen dan iritan.
4. Pemeriksaan fisik
–Keadaan umum dan TTV
Hasil pemeriksaan TTV pada klien biasanya didapatkan adanya peningkatan suhulebih dari 40°C, frekuensi nafas meningkat, nadi meningkat. Biasanya tidak ada peninmgkatan tekanan darah.
– Pernafasan
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi bernafas ditemukan penggunaan otot bantu pernafasan. Pada bronkitis kronis sering didapatkan bentuk dada barrel/tong. Gerakan masih simetris, didapatkan batuk produktif dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah. Taktil fremitus biasanya normal, didapatkan bunyi resonan pada lapang paru. Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk,maka suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah dengan adanya konsolidasi disekitar abses maka akan terdengar suara nafas bronkial dan ronki basah.
– Sirkulasi
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi.Tekanan darah normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. Batasjantung tidak mengalami pergeseran.
– Neurosensori
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit serius.
– Eliminasi
Pengukuran intake dan output, monitor adanya oligouria yang merupakan salah satu tanda awal syok.
– Makanan, cairan
Klien biasanya mengalami muntah dan mual, penurunan nafsu makan dan  penurunan berat badan.
– Aktivitas,istirahat.
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi ADL.
dengan adanya konsolidasi disekitar abses maka akan terdengar suara nafas
bronkial dan ronki basah.
– Sirkulasi
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi.Tekanan darah normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. Batasjantung tidak mengalami pergeseran.
– Neurosensori
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit serius.
– Eliminasi
Pengukuran intake dan output, monitor adanya oligouria yang merupakan salah satu tanda awal syok.
– Makanan, cairan
Klien biasanya mengalami muntah dan mual, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
– Aktivitas,istirahat.
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi ADL.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
A. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan pengumpulan sekresi,
mukus berlebihan, bronchospasme
Tujuan :
–Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan statuspernafasan : Pertukaran gas dan ventilasi tidak berbahaya, perilaku mengontrolgejala-gejala secara konsisten.
Klien mempunyai Jalan nafas yang paten
–Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal.

Intervensi

–Kaji dan dokumentasikan : Keefektifan pemberian oksigen dan pengobatan, kecenderungan pada gas darah arteri.
–Auskultasi dada bagian anterior dan posterior untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi dan bunyi tambahan.
–Lakukan pengisapan Jalan nafas bila diperlukan.
–Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan eksresi.
–Pindahkan posisi pasien setiap 2 jam sekali apabila pasien tidak bisa ambulasi.
–Pertahankan kaedekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekresi.
–Instruksikan kepada pasien tentang batuk efektif dan teknis nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi
–Jelaskan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk turunkan kecemasan.

Aktivitas kolaborasi :
–Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan kebutuhan.
–Bantu dalam pemberian aerosol, nebulizer.
–Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi dan alat pendukung.

B. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik, demam

Tujuan :

–Kekurangan volume cairan akan teratasi
–Keseimbangan Elektrolit asam-basa akan dicapai
–Dibuktikan dengan indikator : Frekuensi nadi dan irama dalam rentang yangdiharapkan, Elektrolit serum dalam batas normal, serum dan pH urine dalam batasnormal

Intervensi :

–Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
-Observasi terhadap kehilangan cairan dan elektrolit yang tinggi.
–Identifikasi faktor yang dapat memperburuk status dehidrasi klien.
–Pemberian dan pemantauan cairan dan obat intravena
Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida dan kreatinin


C.  Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penyempitan jalan nafas, kelelahan

Tujuan :
–Pasien akan menunjukkan pola pernafasan yang optimal
–Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal

Intervensi :
–Pantau adanya pucat dan sianois
–Kaji kebutuhan inserse jalan naas
–Observasi dan dokumentasi pola pernafasan klien.
–Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
–Perhatikanpergerakan dada amati kesimetrisan, penggunaan otot bantu serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal
–Pantau peningkatan kegelisahan klien, ansietas dan tersengal-sengal
–Catat perubahan pada SaO2, SvO2, CO2, GDA dengan tepat.
–Ajarkan klien teknik relaksasi untuk meningkatkan pola pernafasan
–Ajarkan cara batuk efektif

D. Gangguan rasa nyaman : nyeri akut berhubungan dengan kejadian batuk produktif,
penggunaan otot bantu pernafasan.

Tujuan :

–Pasien akan menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
–Mempertahankan atau mengurangi tingkat nyeri
–Pasien melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
–Mengenali faktor penyebab nyeri dan tindakan untuk menguranginya

Intervensi :
–Minta pasien untuk menilai nyeri pada skala 0-10
–Gunakan lembar alur nyeri untuk memantau pengurangan nyeri
–Kaji dampak agaam, budaya dan lingkungan terhadap nyeri dan respon klien
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, luas, awtian/durasi, frekuensi, kualitas.
–Instruksikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat mengurangi nyeri dan tawarkan saran koping
–Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab dan antisipasi ketidaknyamanan.
–Gunakan tindakan pengendalian nyeri.
–Kolaborasikan pemberian analgesic

D. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Tujuan :
–Pasien akan mengidentifikasi aktivitas yang menimbulkan kelemahan
–Berpartisipasi dalam aktivitas yang dibutuhkan dengan TTv dalam rentang normal
–Menungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, pengobatan dan atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.

Intervensi ;
–Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas.
–Tentukan penyebab keletihan klien
–Pantau respon kardiovaskuler pasien terhadap aktivitas
–Instruksikan kepada pasien untuk menggunakan teknik relaksasi (distraksi, visualisasi)
–Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat pasien.
–Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala.
–Rencanakan kegiatan aktivitas dengan pasien dan keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan.
–Batasi rangsangan lingkungan seperti cahaya dan kebisingan
–Berikan istirahat yang adekuat
–Kolaborasi dalam pengobatan nyeri sebelum aktivitas.
–Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi.

E. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan
Tujuan :
–Pasian akan mempertahankan berat badannya.
–Pasien akan menjelaskan keadekuatan diet bergizi dan keinginan untuk berdiet.
–Mempertahankan massa tubuh dalam batas normal.

Intervensi
–Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
–Ketahui makanan kesukaan pasien
–Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
–Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
–Tinjau selalu berat badan pasien
–Ajarkan metode untuk perencanaan makanan dan makanan yang bergizi.











                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              PERTANYAAN TENTANG BRONKHITIS AKUT
1.      Apabila seseorang mengalami Bronkhitis pada usia bayi tetapi sedah menyelesaikan Therapy selama 6 bulan sesuai anjuran dokter, setelah usia dewasa apakah bisa terserang kembali Bronkhitis ?
2.      Apakah benar, apabila penderita Bronkhitis dianjurkan untuk berobat sesuai jadwal yang ditentukan? Dan apabila telat dengan jadwal yang sudah ditentukan pengobatan harus diawali dari awal kembali?
3.      Apa yang membedakan bronchitis Akut dengan Bronkhitis Kronik?
4.      Apakah dari Bronkhitis dapat menimbulkan TB Paru?
5.      Bagaimana pencegahan agar tidak terserang Bronkhitis?